Dalam satu perempat abad terakhir, 60
persen jasa dan sumber daya ekosistem utama dunia telah terdegradasi atau
digunakan secara tidak berkelanjutan (UNEP, 2011). Ekonomi hijau (EH) (green economy) yang digagas oleh Program
Lingkungan PBB (UNEP) bertujuan untuk merumuskan strategi pembangunan
berkelanjutan (PB) yang mampu merespon tantangan-tantangan ekonomi saat ini—transformasi
pertumbuhan ke pertumbuhan yang berkelanjutan (green growth), penciptaan lapangan kerja dalam ekonomi hijau (green jobs) dan ekonomi
inklusif/keadilan ekonomi.
Bukti-bukti
substansial dan pemodelan
investasi hijau menunjukkan
kemampuan EH untuk tumbuh dan menciptakan lapangan kerja (UNEP, 2011). EH juga telah ditunjukkan sebagai langkah bisnis
strategis. Beberapa perusahaan besar di dunia telah melampaui ketaatan pada
peraturan (compliance), khususnya
terkait lingkungan hidup—mengintegrasikan EH sebagai langkah bisnis strategis
yang termasuk, proses produksi bersih, penegakkan HAM dan ketaatan pada
regulasi/etika lingkungan pada rantai pasokannya (supply chain) (misalnya, merek dagang Puma).
Dalam kebijakan
peralihan dari brown economy ke green economy pemerintah Indonesia telah mengidentifikasi sektor-sektor
strategis yang dapat secara simultan menyumbang pada peningkatan kinerja pengelolaan
lingkungan dan ekonomi nasional—kehutanan, energi, industri manufaktur, pertanian dan
pangan. Pertambangan mineral (besi, karst, emas, dll) tidak termasuk dalam
daftar sektor strategis EH, tapi merupakan sektor ekonomi penting dan dengan
dampak lingkungan dan sosial signifikan.
Di negara-negara berkembang dimana
pertanian skala kecil merupakan
sektor signifikan, EH dapat diintegrasikan untuk meningkatkan ketahanan
pangan dan memberantas kemiskinan. EH di India menginvestasikan modal besar di
sektor tersebut. Namun di Indonesia, menurut peneliti,
Mochammad Faisal Karim,
penerapan EH belum memprioritaskan sektor pertanian yang menyumbangkan lebih
dari 60 persen penduduk
miskin; bahkan
terjadi pengurangan lahan pertanian sebesar 60.000 hektar per tahun.
Kinerja
sektor pertanian yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan dan
memberantas kemiskinan harus didukung oleh kebijakan yang berpihak. Pertama, rencana
tata ruang yang inklusif (berpihak pada masyarakat miskin dan ketahanan pangan)
untuk pengembangan pertanian skala kecil; kedua, peningkatan produktivitas
pertanian dengan ilmu pertanian berkelanjutan, termasuk rehabilitasi lahan kritis
dan; ketiga, peningkatan nilai rantai pasokan produk pertanian.
Sektor pertanian di perdesaan juga
mempunyai potensi ekonomi dalam pengelolaan jasa ekosistem (misalnya, penyediaan
pasokan air, penjagaan keanekaragaman hayati, stok karbon, dll), misalnya seperti di Tiongkok.
Pada sektor manufaktur, kinerja
ekonomi dan lingkungan dapat dipicu dengan langkah-langkah untuk memisahkan (decoupling) pertumbuhan ekonomi dengan “pasangannya”, dampak lingkungan. Langkah-langkah tersebut adalah,
peningkatan daur ulang dan perolehan ulang (recovery) material,
pengadopsian proses manufaktur siklus tertutup dan; perpanjangan umur produk manufaktur.
Efisiensi
penggunaan, diversifikasi dan pemerataan akses merupakan aspek-aspek
pengelolaan energi dalam EH. Efisiensi terutama harus ditujukan pada sektor
pengguna yang signifikan—industri manufaktur dan transportasi. Audit energi
perlu dilakukan, khususnya pada dua sektor tersebut, untuk mengidentifikasi
komponen-komponen penggunaan yang dapat diintervensi untuk efisiensi dengan
tujuan pengurangan intensitas energi pada luaran (output) ekonomi. Bangunan efisien energi juga dapat berkontribusi
signifikan pada efisiensi energi keseluruhan.
Investasi
adekuat harus dilakukan pada diversifikasi energi untuk merealisasikan potensi
besar energi terbarukan di Indonesia. Saat ini, selain geothermal, data
teknis dan keekonomian potensi besar energi terbarukan (tenaga angin, surya,
hidro dan biomassa) di berbagai wilayah belum banyak tersedia (Indriyanto, 2010).
Realisasi potensi sumber-sumber energi tersebut dapat meningkatkan keekonomian/keterjangkauan
energi—yang kemudian dapat meningkatkan pemerataannya (misalnya peralihan
sumber energi di wilayah terpencil dari BBM yang mahal ke tenaga surya).
Kehutanan
dan pertambangan merupakan dua sektor penting karena persinggungan spasialnya
dengan ruang-ruang yang telah dikelola masyarakat. Ekstraksi SDA pada dua
sektor tersebut dilakukan pada bentang lahan luas menyebabkan: kerusakan dan
kehilangan unsur-unsur biofisik lingkungan dan fungsi ekosistem yang seringkali
bersifat permanen (irreversible) dan; penggusuran
permukiman, sawah, dll. Pertambangan juga menyebabkan dampak lingkungan serius,
terutama polusi senyawa-senyawa kimia berbahaya.
Transformasi
menuju EH pada sektor kehutanan dan yang
terkait telah dimulai dengan rangkaian kegiatan: kehutanan berkelanjutan;
eko-turisme; kelapa sawit berkelanjutan dan; pengurangan emisi dengan
konservasi hutan. Sektor kehutanan juga harus lebih strategis dalam perumusan peta
jalan PB/EH untuk produk hutan—dengan prinsip-prinsip berkelanjutan berdasarkan
implementasi standar pengelolaan yang transparan dan dapat diverifikasi.
Operasi
pertambangan moderen merepresentasikan peningkatan signifikan dibandingkan
praktek-praktek terdahulu. Namun operasi modern yang terbaik sekalipun masih
mempunyai dampak lingkungan (International Institute for Environment and
Development).
Eksplorasi dan pertambangan mineral dan kehutanan memunculkan tantangan-tantangan antara akses dan pengelolaan lahan. Perencanaan tata ruang dan wilayah yang paling tepat adalah dengan
merumuskan kerangka tata ruang dan wilayah yang menyeimbangkan
kepentingan-kepentingan di tingkat nasional dan lokal yang bersinggungan (International
Institute for Environment and Development). Misalnya diantara pertambangan, pertanian dan pelestarian lingkungan.
Saat ini kebijakan
EH masih bersifat dukungan politis, baru dalam
skema peta jalan dan belum “diturunkan” menjadi
rencana eksekusi yang terintegrasi pada kementerian sektoral. Lebih jauh lagi, salah satu motor
pembangunan pemerintah saat ini, dan yang akan
melintasi beberapa rezim pemerintah ke depan adalah Rencana Induk untuk
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011 – 2025, yang terfokus pada tolak ukur Produk Domestik
Bruto (PDB).
Paradigma PB/EH
menggaris bawahi kelemahan PDB yang menghitung biaya-biaya terkait dengan
polusi, deplesi sumber daya alam dan hilangnya jasa lingkungan sebagai
pendapatan—yang kemudian menjadi tolak ukur kesejahteraan. Pembangunan
dengan pendekatan business as usual
seperti MP3EI akan membebankan resiko investasi pembangunan yang mencerminkan ketimpangan
sosial-ekonomi.
Data-data yang dihimpun oleh UNEP
menunjukkan bahwa kelompok
miskin merupakan bagian dari populasi yang paling rentan mengalami penurunan
kualitas hidup dan kematian akibat
kerusakan lingkungan.
Proses perencanaan dan implementasi yang berpihak
mensyaratkan adanya transparansi dan tata kelola pemerintahan yang
bersih dan kuat (good and strong
governance). Transparansi dapat ditingkatkan dan seleksi opsi-opsi
proyek dapat dilakukan dengan lebih baik, dengan proyeksi manfaat netto (yang memperhitungkan biaya lingkungan dan sosial). Studi tersebut penting untuk dilakukan, khususnya
untuk perencanaan program dengan skala geografis yang luas dan yang berdurasi
panjang (MP3EI)—yang akan mempengaruhi fundamental-fundamental ekonomi
dan sosial.
Pada masa
peralihan, strategi kreatif dan penguatan implementasi instrumen legal yang
relevan dibutuhkan untuk mendorong compliance
dan konsistensi penerapan sanksi (terutama di sektor lingkungan, pertanahan dan
HAM). Instrumen finansial yang mendukung EH yang telah digunakan pemerintah
saat ini adalah reformasi harga energi fosil (BBM) dan insenstif/stimulus
fiskal untuk energi terbarukan. Perluasan insentif/stimulus perlu dilakukan
untuk mendorong pengadopsian teknologi energi dan manufaktur yang bersih dan
efisien dan produk dan jasa berbasis EH. Berbagai skema kemitraan teknis dan
investasi/finansial yang ada saat ini (misalnya Clean Technology Fund oleh
Asian Development Bank) dan yang akan terus digulirkan, dapat mengakselerasi
pengembangan dan pengadopsian teknologi dan proses produksi bersih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar